narxiz
Rabu, 28 Januari 2009
Rabu, 28 Januari 2009
Ginekologi : kasinoma Kanker Cervix
Oleh : Daril R, Nurjannah
Download materi ini Klik di sini
I. Definisi
Kanker cervik adalah keganasan/malignant di daerah cervik uteri atau area cervical(Anonim (c), 2008). Terdapat beberapa tipe sel kanker cervik yaitu (Anonim (b), 2008)
a. squamous cell carcinoma (70%-80%)1
b. adenocarcinoma (15% )2
c. adenosquamous carcinoma
d. small cell carcinoma
e. neuroendocrine carcinoma
Sumber : (Zeller et al,2007) dan (Anonim (c), 2008)
Gambar 1. Anatomi Sistem Reproduksi wanita dan letak kanker cervik
Kanker serviks sebenarnya merupakan kanker yang kejadiannya dapat diterapi hingga sembuh dengan mempertimbangkan stage/tahap mana seseorang terdiagnosa mula pertama.atau bahkan dapat dicegah sehingga status kanker dapat dihindari.
1,2 Prosentase penyebab angka kejadian kanker cervik
II. Etiologi
Infeksi virus mucosotropik human papiloma virus (HPV) merupakan penyebab utama kanker cervik. Lebih dari 100 jenis HPV telah ditemukan dengan tidak kurang 40 diantaranya mengancam saluran anogenitalia. (Franco et al, 2001) Namun jenis yang memiliki potensi sebagai pemicu timbulnya keganasan adalah HPV tipe 16, 18,31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58,59 dan 68 (Franco et al, 2001) sedangkan Tipe 16 dan 18 (yang oleh Int’l Agency for Research on Cancer diklasifikasikan bersifat karsinogenik terhadap manusia) bertanggung jawab terhadap 95 % angka kejadian kanker cervik (Anonim (c) ,2008).
Faktor resiko memiliki peran yang sangat besar terhadap timbulnya kanker cervik. Wanita yang beresiko terkena kanker cervik adalah yang memiliki riwayat genetic (keturunan), merokok, terinfeksi Chlamydia (serta infeksi lain akibat penyakit menular seksual), dalam kondisi imunosupresif, kelas ekonomi menengah kebawah, jumlah kelahiran hidup, aktivitas seksual yang tidak bijaksana dan kontrasepsi oral. Masyarakat ekonomi kelas menengah ke bawah dikategorikan factor resiko karena kemampuan secara ekonomi berperan dalam mencegah terjadinya/memburuknya kanker cervik.(Franco et al, 2001)
Gambar 2. Ilustrasi penyebab dan factor resiko yang berpengaruh pada kejadian kanker cervik
Sumber : (Franco et al, 2001)
III. Epidemiologi
Walaupun angka kejadian kanker cervik terus menurun pada negara industri maju, angkanya terus meningkat pada populasi wanita di negara – negara berkembang yaitu sebanyak 78% (bahkan kanker cervik merupakan penyebab pembunuh ketiga).(Anonim (a), 2008) Hal ini merupakan akibat dari keterlambatan dalam melakukan screening awal (pap smear) sebagai ekses keterbatasan sumber daya yang ada baik dana maupun manusia. Pengetahuan mengenai pentingnya screening dirasakan sangat rendah sehingga kebanyakan wanita yang terdiagnosa awal telah mencapai tahap invasif lanjut. Di seluruh dunia, kanker cervik merupakan kanker kelima penyebab kematian terbanyak pada wanita. Kanker ini menginfeksi 1 diantara 123 orang setiap tahun dan membunuh 9 setiap 100.000 setiap tahunnya. (Anonim (b), 2008)
Gambar 3. Pemetaan kanker cervik di area-area di dunia dengan klasifikasi epidemiologi Insiden setiap 100.000 jiwa
(Sumber : Schiffman et al, 2007)
IV. Patofisiologi
Kanker cervik merupakan kanker ginekologi yang pada tahap permulaan menyerang pada bagian lining/permukaan cervix. Kanker jenis ini tidak dengan segera terbentuk menjadi sel yang bersifat ganas melainkan secara bertahap berubah hingga akhirnya menjadi sel kanker. Tahap perkembangan ini yang kemudian disebut sebagai tahap pre-kanker (pre-cancerous yaitu displasia, neoplasia intraepitel cervik/CIN, dan lesi squamosa intraepitel/SIL) kanker cervik diawali dengan terbentuknya tumor yang bersifat bulky (benjolan) yang berada pada vagina bagian atas kemudian tumor ini berubah menjadi bersifat invasif serta membesar hingga memenuhi bagian bawah dari pelvis. Jika invasinya kurang dari 5 mm maka dikategorikan sebagai karsinoma dengan invasi mikro (microinvasif) dan jika lebih dari 5 mm atau melebar hingga lebih dari 7 mm maka disebut sebagai tahap invasif.
Pada tahap ini disebut juga tahap kanker dan membutuhkan evaluasi tahap perkembangan kanker/stage. Akhirnya, tumor tersebut berubah menjadi bersifat destruktif dengan manifestasi ulcerasi hingga terjadi infeksi serta nekrosis jaringan. Gambar 4 menunjukkan ilustrasi patofisiologi kanker cervik. (Anonim (c), 2008)
Infeksi HPV yang berjenis oncogenik merupakan factor utama penyebab kanker cervik. HPV merupakan virus tumor yang ber-DNA rantai ganda yang menyerang lapisan epitel basal pada daerah transformasi cervik dimana sel-selnya sangat rapuh. HPV menginfeksi cervik ketika trauma mikro terjadi atau erosi pada lapisan tersebut. Virus ini mampu menghindari deteksi system imun dengan cara membatasi ekspresi gen dan replikasinyanya hanya pada lapisan supra basal dan dapat tetap berada pada lokasi tersebut untuk jangka waktu yang lama. (Sharma et al, 2007)
Pada umumnya screening awal (pap smear) mampu mengidentifikasi abnormalitas namun pemeriksaan sebaiknya dilanjutkan melalui colposcopy, CT scan, atau MRI untuk mendapatkan hasil yang definitive. Federation of Gynecology and Obstetrics memberikan batasan mengenai tahapan-tahapan pada kanker cervik yang selanjutnya tahapan-tahapan ini menjadi langkah penting guna menentukan terapi
Gambar 4. Perjalanan penyakit kanker cervik dan waktu dimana screening dilakukan (uji Pap smear & uji HPV)
(Sumber : Schiffman et al, 2007)
Tabel 2. Tahap/stage kanker cervix versi Federation of Gynecology and Obstetrics (Anonim (c), 2008)
V. Gejala Klinik&Pemeriksaan Laboratorium
Wanita yang mengalami tahapan pre-cancerous hingga tahap awal dari perkembangan kanker umumnya tidak ditemukan adanya gejala yang spesifik atau keluhan yang berarti, hingga timbulnya gejala yang berupa perdarahan vaginal abnormal. Keluhan lain yang menyertai adalah spotting, rasa nyeri ketika intercourse dan ketidaknyamanan pada bagian vagina, masa manstruasi yang lebih lama serta volume darah yang lebih banyak seringkali menyertai.(Anonim (c), 2008)
Pemeriksaan yang spesifik sebenarnya dapat dilakukan yaitu dengan melakukan uji pap smear test ataupun dengan tes DNA HPV. Kedua tes tersebut dapat dilakukan tersendiri ataupun saling melengkapi. Karena keterbatasan sumber daya,pap smear lebih lazim dilakukan di negara-negara berkembang. Pap smear adalah suatu metode apusan seluler untuk melakukan screening terjadinya abnormalitas sel pada jaringan cervik, memiliki spesifitas tinggi (>97%) dengan sensitivitas yang rendah hingga sedang. Suatu tes pap smear dikatakan positif apabila ditemukan sel squamosa atipikal (atypical squamous cells of undetermined significance atau ASCUS).
Sedangkan HPV tes positif jika minimal ditemukan 1 pg DNA HPV per mm.(Mayrand et al, 2007). Kemudian, jika pap smear positif pasien dapat melakukan konfirmasi melalui tes kolposkopi, biopsi, CT scan, MRI dan tes visual. Tes ini selain untuk definisi juga dapat untuk menilai luasan kanker (tahapan/stage kanker) sehingga pilihan terapi dapat ditentukan. (Zeller et al, 2007) Oleh karenanya, uji pap smear dilakukan dengan frekuensi tertentu guna mengantisipasi sensitivitasnya yang rendah.
Gambar 5. Gambaran Pap Smear yang abnormal
Kotak A menunjukkan sel normal, Kotak B menunjukkan sel squamosa yang atipikal , kotak C Tingkatan awal lesi squamous
intraepitel , kotak D lesi squamosa intraepitel tingkat lanjut
Sumber : Sawaya et al, 2001
Rekomendasi screening dimulai pada kurang lebih 3 tahun setelah intercourse vaginal pertama kali atau sebaiknya tidak lebih dari usia 21 tahun. Kemudian, screening dihentikan pada wanita dengan usia 70 tahun atau lebih dan telah selama 3 kali atau lebih berturut-turut memberikan hasil negative pada screening sitologi dan atau selama 10 sebelum usia 70 tahun tidak memiliki abnormalitas tes sitologi. Pada wanita yang memiliki riwayat kanker cervik, dengan kondisi immuncompromise B C D A (misal HIV positif), dengan penyakit penyerta yang beresiko terhadap kanker cervik sebaiknya meneruskan screening kecuali hal tersebut dikontraindikasikan. Pada wanita yang telah melalui hysterectomy total tidak disarankan untuk melakukan screening kecuali jika terbukti terdapat indikasi benign. Namun, pada parsial hysterectomy, wanita dengan riwayat neoplasia intraepitel cervik (CIN2/3) dan memiliki riwayat terpapar DES (dietilstilbestrol) sebaiknya meneruskan screening sitologi. Interval screening dilakukan setiap tahun bila dilakukan menggunakan apusan konvensional atau setiap 2 tahun bila menggunakan uji sitologi berbasis air atau setiap dua hingga tiga tahun pada wanita yang setelah usia 30 tahun selama tiga kali pemeriksaan yang berturut-turut tidak menunjukkan hasil yang negative/normal kecuali jika hal tersebut dikontraindikasikan dengan keadaan wanita/pasien yang bersangkutan. (Saslow D., et al, 2002)
VI. Diferensial Diagnosa
a. Cervicitis
b. Perdarahan uterus disfungsional
c. Erosi uterus (ectropion)
d. Peradangan pelvis
e. Karsinoma endometrium
f. Efek samping IUD (alat kontrasepsi)
g. Hiperplasia endometrium
h. Vaginitis atrofi
VII. Prognosis
Progonosis kanker cerviks menurun sesuai meningkatnya tahap/stage keparahan kanker tersebut. Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO) menerangkan bahwa kategori kanker cerviks adalah
Tabel 1. Prognosis kanker cervik dalam 5 years survival rate (%) adalah
VIII. Terapi
Tatalaksana terbaru untuk penanganan kanker cervik mengarah kepada penggabungan bersama terapi non farmakologi dan terapi farmakologi guna mendapatkan hasil yang maksimal.
a. Terapi non Farmakologi
Terapi non Farmakologi yang disarankan oleh NCCP adalah :
Operasi
Operasi adalah pilihan terapi yang dapat dilakukan pada tahap awal (tahap IA atau IB) dari kanker cervik (Anonim (a),2008).
Radioterapi
Radioterapi masih merupakan terapi pilihan hingga saat ini pada semua tahap/stage kanker cervik dan masih secara luas digunakan di negara-negara berkembang. (Jain et al, 2007)
Brachiterapi
Brachiterapi adalah suatu jenis terapi radiasi dengan metode yang memungkinkan pemberian radiasi dengan dosis tinggi pada tumor tanpa merusak jaringan di sekitar tumor tersebut (terlokalisir hanya pada bagian yang dikehendaki/tumor). Brachyterapi disebut juga dengan intracavitary radiotherapy. (Jain et al, 2007)
Terapi dengan kombinasi antara kemoterapi berkelanjutan dengan radioterapi (atau yang sering disebut dengan kemoradiasi) terbukti dapat memberikan hasil yang lebih baik daripada keduanya secara monoterapi/sendirisendiri yaitu meningkatkan tingkat kesembuhan sebesar 80% dengan diagnose kanker cervik tahap awal (I dan II) sedangkan pada tahap III dapat meningkatkan 60%. (Anonim (a),2008)
b. Terapi Farmakologi
Terapi profilaksis berupa vaksin anti infeksi HPV tipe 6, 11, 16 dan 18 (merupakan terobosan baru yang telah disahkan oleh FDA pada tahun 2006 dengan brand Gardasil®. Vaksin ini terbukti selama 3 tahun mampu mencegah terjadinya intraepitel neoplasia tahap 2 dan 3 hingga 99 % (NCCN).
Vaksin Gardasil® merupakan vaksin HPV quadrivalen (tipe 6, 11, 16 dan 18) hasil rekombinan protein Virus-Like Particles (VLPs) pada Saccharomyces cerevisiae yang diperoleh dimurnikan. Pemurnian VLPs dilakukan secara kimia dan fisika menggunakan adjuvant yang mengandung aluminium (amorf Aluminium hydroksi pospat sulfat). (Sharma et al, 2007) Mekanisme kerja vaksin ini adalah dengan menghasilkan respon imun humoral dengan menginduksi antibody penetralisir virus yang spesifik terhadap gen sehingga mampu mecegah infeksi HPV. (Sharma et al, 2007)
Namun demikian ada beberapa batasan yang menjadikan vaksin profilaksis yang menjanjikan ini tidak dapat/belum memberikan hasil yang baik bagi wanita yang memiliki factor resiko terinfeksi HPV. Wanita yang telah terinfeksi HPV, yang terinfeksi HPV dengan tipe yang tidak dicakup oleh Gardasil® (31 dan 45), hambatan penggunaan yang berimbas pada kemampuan ekonomi. Juga, Wanita dengan kehamilan atau sedang menyusui dikontraindikasikan, yang memiliki hipersensitifitas terhadap senyawa pembawa atau protein vaksin itu sendiri merupakan pembatas penggunaan vaksin ini. Hal lain yang membatasi penggunaan Gardasil® adalah indikasinya hanya pada wanita dengan interval 9-26 tahun serta adanya efek samping yang cukup serius.
Efek samping yang ditemukan adalah appendicitis, penyakit peradangan pelvis, dan gastroenteritis (0.2-0.3 %) sedangkan yang umum terjadi (>1%) adalah n/v, nasofaringitis, pusing, diare, myalgia, malaise, athralgia, batuk, ISPA, nyeri gigi, dan insomnia (Sharma et al, 2007 et al)
Terapi Farmakologi/regimen kemoterapi yang direkomendasikan oleh NCCP :
Kombinasi terapi lini pertama adalah
• Cisplatin/paclitaxel
• Cisplatin/topotecan
• Cisplatin/gemcitabin
• Carboplatin/paclitaxel
Lini kedua adalah
• Docetaxel
• Ifosfamid
• Vinorelbin
• Irinotecan
• Epirubicin
• Mitomycin
• 5-FU
Regimen kemoradiasi yang disarankan adalah cisplatin sebagai monoterapi atau dikombinasikan dengan infuse 5-FU setiap 3-4 minggu. Regimen ini dapat menurunkan resiko kematian pada pasien kanker cervik, pada kasus kekambuhan ataupun pada pasca hysterectomy jika dibandingkan dengan RT sebagai monoterapi. Pada kasus dengan kehamilan, prosedur operasi dengan metode loop electrosurgical excision procedure (LEEP) dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Sedangkan kemoradiasi sebaiknya diberikan setelah minggu ke-13 namun pada tahap awal terapi dapat ditunda hingga janin matang. Efek pengobatan jangka pendek tidak memberikan efek yang berarti bagi keturunan namun demikian kajian jangka panjang perlu ditelaah lebih lanjut.(Anonim (a), 2008)
Tatalaksana terapi kanker cervik menurut NCCN (Anonim (a), 2008)
1. Menentukan screening awal dengan metode pap smear atau tes DNA HVP
2. Jika positif, dilakukan tes lanjutan menggunakan CT x-ray, biopsi, tes visual jika diperlukan serta analisa darah (LFT,RFT,CBC,platelet) serta tes lain yang diperlukan.
3. Penentuan tahap klinis setelah dikelompokkan menggunakan tahap/stage versi FIGO.
Tahapan klinis dibagi menjadi 4 yaitu :
_ Stage Ia1
Pada tahapan ini terapi pilihannya adalah operasi baik dengan histerektomy ekstrafasial maupun dengan histerectomy radikal dimodifikasi yang ditambah dengan dissectio nodus limfe pelvis (jika telah teridentivikasi terjadi invasi limfovascular)
_ Stage Ia2, Ib1, IIa ( < 4 cm)
Pilihan terapinya adalah dengan histerectomy radikal atau dengan brachyterapi yang ditambah dengan radioterapi atau dengan trakelectomy radikal yang ditambah dengan dissectio nodus limfe pelvis.
_ Stage Ib2, IIa (> 4 cm)
Pilihan terapinya adalah histerctomy radikal ditambah dengan dissection nodus limfe pelvis ditambah dengan sampling para-aorta nodus limfe atau radioterapi pada pelvis ditambah dengan kemoterapi berbasis cisplatin ditambah brachyterapi atau radioterapi ditambah kemoterapi berbasis cisplatin ditambah brachyterapi ditambah histerectomy adjuvant.
_ Stage Ib2, IIa, IIb, IIIa, IIIb, IVa (bulky/benjolan massa)
Untuk tahap ini ada beberapa langkah tambahan, ditinjau atau apakah diperlukan pemeriksaan dengan prosedur operasi (misalkan ekstra peritoneal atau laparoscopi nodus limfe disectio) ataukah menggunakan pencitraan radiologik. Baik dengan prosedur operasi maupun secara pencitraan radiologi menunjukkan hasil positif maka diperlukan pemeriksaan lanjut untuk menentukan ada tidaknya metastase namun jika hasilnya negative maka terapi dengan radioterapi ditambah kemoterapi berbasis cisplatin dan ditambah brachyterapi merupakan pilihan pertama. Dosis total radioterapi ditambah brachyterapi yang direkomendasikan adalah > 85 Gy. Pemilihan terapi sesuai pemilahan tahapan klinis diatas.
Daftar Pustaka
Anonim (a), 2008, Cervical Cancer, NCCN Clinical Practice Guidelines in Oncology V.1.2008
Anonim (b), 2008, Cervical Cancer,diunduh dari URL : www.wikipedia.com
Anonim (c), 2008, Cervical Carcinoma,diunduh dari URL : www.patient-UK.com
Franco, E.L., Duarte-Franco, E., Farenczy, A., Cervical Cancer : Epidemiology, Prevention and The Role of Human Papillomavirus Infection, CMAJ 2001;164(7):1017-25
Jain, V.S., Singh, K.K., Shrivastava, R.V., Saumsundaram, K.V., Sarje, M.B., Jain, S.M., Radical Radiotherapy Treatment (EBRT+HDR-ICRT) of Carcinoma of The Uterine Cervix : Outcome in Patients Treated at a Rural Center in India, J Cancer Res Ther 2007;3:211-217
Mayrand,M.H., M.D., Duarte-Franco, E., M.D., Rodrigues I., M.D. Walter S.D., Ph.D., Hanley J., Ph.D., Ferenczy, A., M.D., Ratnam S., Ph.D., Coutlée F., M.D., Franco, E.L., Human Papillomavirus DNA versus Papanicolaou Screening Tests for Cervical Cancer, N Engl J Med 2007;357:1579-88
Saslow D, Runowicz CD, Solomon D, Moscicki AB, Smith RA, Eyre HJ, Cohen C. American Cancer Society guideline for the early detection of cervical neoplasia and cancer. CA Cancer J Clin 2002;52(6):342-62
Sawaya, G.F., M.D., Brown, A.D., A.B., Washington E.A., M.D., Garber A.M., M.D., Ph.D. Current Approaches to Cervical-Cancer Screening N Engl J Med 2001;344(21):1603-1607
Schiffman, M., M.D. M.P.H., Castle P.E., Ph.D., M.P.H., The Promise of Global Cervical Cancer, N Engl J Med 2005;353(20):2101-2104
Sharma, R., Sharma, C.L., Quadrivalent Human Papillomavirus Recombinant Vaccine : The First Vaccine for Cervical Cancers, J Cancer Res Ther 2007;3(2):92-95
Zeller, J.L., M.D., Glass, R.M., M.D., Carcinoma of The Cervix, JAMA2007;298(19):2336