Rabu, 10 Desember 2008
Ikterus Hemolitik pada Neonatus
Download materi ini, Klik Di sini
Ikterus adalah pewarnaan kuning yang tampak pada kuli yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin. Biasanya mulai tampak pada sclera, wajah dan kemudian meluas secara sefalokaudal kea rah dada, perut dan ekstrimitas. Bilirubin adalah hasil pemecahan sel darah merah (SDM). Sel darah merah ftus dan neonates berbeda engan SDM pada anak yang lebih besar, memiliki jenis Hb yang berbeda, sifat membrane yang berbeda dan usia yang lebih singkat. Hemoglobin (Hb) yang berada dalam SDM akan dipecah menjadi bilirubin. Satu gram Hb akan menghasilkan 34 mg bilirubin. Bilirubin ini dinamakan bilirubin indirek dank an diangkut ke hati dalam ikatan dengan albumin. Di dalam hati bilirubin dikonjugasi oelh enzim glukoronid transferase menjadi bilirubin direk yag kemudian akan disalurkan melalui saluran empedu di dalam dan di luar hati ke usus. Di dalam usus bilirubin direk ini akan terikat oleh makanan dan dikeluarkan sebagai sterkobilin melalui dubur. Apabila tidak ada makanan dalam usus, bilirubin direk akan diubah oleh enzim di dalam usus beta-glukoronidase menjadi bilirubin indirek yang akan diserap kembali ke dalam aliran darah, diikat oleh albumin kembali ke hati. Mekanisme ini disebut sirkulasi enterohepatik.
Ikterus pada neonatus
Ikterus pada neonates dibagi menjadi ikterus fisiologis dan ikterus nonfisiologis. Ikterus fisiologis mempunyai sifat :
- Timbul setelah 24 jam
- Berlangsung kurang lebih 7 -14 hari
- Terutama terdiri dari bilirubin indirek
- kadar tertinggi bilirubin total < 15 mg% dan bilirubin direk < 2 mg%
- Tidak ada keadaan patologis lain
Ikterus fisiologis terdapat pada kurang lebih 60% neonates dan disebabkan oleh :
- bilirubin selama masa janin dieksresi melalui plasenta ibu sekarang harus dieksresi sendiri
- jumlah eritrosit lebih banayak pada neonates
- lama hidup eritrosit pada neonates lebih singkat
- jumlah albumin untuk mengikat bilirubinpada bayi premature atau bayi yang mengalami gangguan
pertumbuhan intra-uterin kurang
- uptake dan konjugasi oleh hati belum sempurna
- sirkulasi enterohepatik meningkat
Ikterus nonfisiologis bisa disebabkan karena hemolisis berlebihan (biasanya yang meningkat bilirubin indirek) dan ikterus karena gangguan eksresi bilirubin (biasanyua yang meningkat bilirubin direk)
Bahaya peningkatan bilirubin
Bilirubin indirek yang larut dalam lemak bila menembus sawar darah otak akan terikat oleh sel otak yang kemudian rusak sehingga bayi menderita kenikterus, anak bertumbuh tetapi tidak berkembang. Bilirubin direk apabila bertumpuk di hati akan menyebabkan sirosis hepatis.
Ikterus karena inkompabilitas darah
Inkompabilitas ABO
Hemolisis akibat inkompabilitas ABO disebakan oleh adanya antibody anti A dan anti B yang masuk ke dalam sirkulasi fetus dan bereaksi dengan antigen A atau B pada permukaan sel darah merah. Pada mereka yang memiliki darah tipe A atau B secara alami terdapat anti A atau B dalam bentuk moleku IgM sehingga tidak dapat melewati plasenta. Sebaliknya pada mereka bergolongan darah O antibody terutama tediri dari molekul IgG. Dengan alasan ini maka inkompabilitas ABO biasanya terbatas pada ibi golongan darah O dengan fetus bergolongan A atau B. Adanya IgG anti A atau B pada ibu tipe O dapat menjelaskan hemolisis yang disebabakan inkomapbilitas ABO sering terjadi pada kehamilan pertama tanpa diperlukan sensititasi terlebih dahulu.
Inkompabilitas ABO jauh lebih ringan daripada inkompabilitas rhesus. Direct antiglobulin test (DAT) seringkali negative dan gejala hiperbilirubinemia tidak berat. Bila memerlukan transfuse darah yang digunakan adalah golongan darah O yang rhesus negative dan kalau mungkin dalam plasma golongan AB.
Inkompabilitas rhesus
Terdapat 5 antigen rhesus yaitu RhD, RhC, Rhc, RhE dan Rhe. Yang paling sering menyebabkan inkompabilitas adalah RhD dan RhC. Kelima antibody terdapat dalam 2 alel yaitu RHCE yag mengkode C, c, E dan e. sedangkan RhD hanya mengkode D. Fenotip Rh(-) disebakan adanya delesi dari RhD-RhD pada kedua kromosom. Dalam sebagian besar kasus, Fenotip Rh(-) juga diasosiasikan dengan Rhc dan Rhe. Fenotip Rh(+) bisa terdapat pada homozigot dari DD dan heterozigot Dd.
Patofisiologi
Jumalh darah fetus yang diperlukan untuk menyebabkan inkompabilitas rhesus bervariasi. Kadang-kadang 1 ml darah dapat membuat sukarelawan dengan darah rhesus negative menjai tersensititasi. Studi lain menunjukkan bahwa 30% dari individu dengan rhesus negative tidak terjadi inkompabilitas rhesus walaupun diberikan jumlah darah rhesus positif yang cukup banyak. Setelah tersensititasi diperlukan waktu kira-kira 1 bulan untuk antibody rhesus yang dibentuk ibu masuk ke dalam sirkualsi fetus. Pada 90% kasus sensitasi ini terjadi pada masa persalinan. Oleh karena itu, anak pertama dengan rhesus positif dari ibu rhesus negative tidak terpengaruh oleh karena paparan yang sangat singkat dari paparan persalinan sehingga tidak cukup untuk membentuk antibody IgG ibu yang bermakna.
Resiko dari parahnya respons sensitisasi meningkat sesuai dengan kehamilan berikutnya bila bayi rhesus positif. Pada waniata yang beresiko dengan inkompabilitas rhesuskehamilan kedua dengan janin rhesus positif sering menyebabkan bai mengalami anemia ringan, namaun kehamilan berikutnya (ketiga dst) dapat menyebabkan janin meninggal dalam kandugan akibat anemia hemolitik.
Resiko terjadi sensitisasi tergantung dari 3 faktor berikut :
1. Volume perdarahan transplansental
2. Cakupan respons imun hormonal
3. Inkompabilitas ABO yang terjadi bersamaan
Kejadian inkompatibilitas Rh pada ibu Rh negatif dan dengan inkompatibilitas AO menururn secara beakna menjadi 1-2% dan tetap terjadi karena serum ibu mengandung atibodi terhadap golongan darah ABO janin. Beberapa sel darah merah janin yang bercampr dengan sirkulasi ibu dihancurkan sebelum sensitisasi Rh terjadi. Untungnya inkompatibilitas ABObiasanya tidak menyebabkan gejala sisa yang serius.
Diagnosis dapat dilakukan secara antenatal dengan cara melihat Optical Density (OD) dari cairan amnion. Peningkatan IgG antiD ibu dapat menandakan ibu telah tersensitisasi tetapi tidak dapat memperkirakan beratnya gejala yang kan timbul lebih baik memeriksa secara spektrofotometri jumlah pigmen bilirubin dalam cairan amnion. Bila OD cairan amnion berada di zona 3 maka bayi memiliki resiko yang besar untuk meninggal atau terjadi hidrops fetalis yang berat. Bial berada di zona 2 menandakan ada hemolisis yang ringan atau sedang/ zona 1 menentukan bahwa bayi tidak tersensitisasi atau hanya berupa hemolisis yang sangat ringan.
Hidrops fetalis dapat didiagnosa secara dini dengan menggunakan alat ultrasonografi dengan resolusi tinggi. Pmberian RhoGAM pada 72 jam setelah kelahiran telah dapat menurunkan kejadian hidrops fetalis.
Terapi untuk inkompatibilitas rhesus tergantung pada berat ringannya gejala yang terjadi. Pada gejala berat dapat dilakukan transfusi intrauterine.
Ikterus karena defesiensi enzim G6PD
Defesiensi G6PD adalah kelainan genetic yang diturunkan melalui kromosom X. terdapat kira-kira 300 varian defesiensi G6PD, walaupun diturunkan secara X-linked, gejalanya bisa dilihat pada anak perempuan yang homozigot. Anak perempuan juga dapat memperlihatkan gejala melalui lyonisasi atau bila mempunyai sindrom Turner. Defesiensi ini pertama kali itemukan pada 1958 oleh Newton dan Frajola serta Zinkham dan Lenhard pada 1959. Sejak saat itu, menjadi salah satu penyebab hiperbilirubinemia pada neonates. Sel darah merah dengan defesiensi G6PD tidak dapat mengaktifkan jalur metabolic fantose-fosfat sehingga tidak dapat memepertahankan dirinya terhadap stress oksidan. Varian defesiensi G6PD dibagi dalam beberapa kelas berdasarkan derajat keparahannya.
Gejala hemolisis dan anemia pada sebagian besar defesiensi G6PD hanya terjadi apabila terjadi paparan dengan oba-obat yang mempunyai potensi sebagai oksidan atau setelah terjadi infeksi. Diagnosis defesiensi G6PD ditegakkan dengan pemeriksaan aktivasi G6PD di sel darah merah dan identifikasi mutasi G6PD dengan analisis DNA.
Terapi defesiensi G6PD pada neonates :
- fototerapi atau transfuse tukar untuk mencegah keadaan ikterus
- transfusi SDM untuk anemia bila Hb < 10g/dl
- menghilangkan paparan oksidan yang berkontribusi terhadap terjadinya hemolisis
- pebgobatan infeksi dengan obat-obatan yang tidak menyebabkan hemolisis
Hiperbilirubinemia yang berat dapat dicegah dengan suntikan intamuskular Sn-mesoporphyrin 6umol/kg BB lahir dala waktu 12-24 jam setelah lahir. Pemberian Sn-mesoporphyrin pada bayi-bayi dengan defesiensi G6PD dapat mengurangi penggunaan terapi sinar atau membuat terapi sinar tidak diperlukan lagi.
Ikterus yang berhubungan dengan pemberian ASI
Ikterus yang berhubungan dengan pemberian ASI dapat berupa breastfeeding jaundice (BFJ) atau Breastmilk Jaundice (BMJ).
BreastFeeding jaundice
selain mengalami ikterus fisiologis bayi yang mendapat ASI ekslusif juga akan mengalami BFJ. Penyebab BFJ adalah kekurangan asupan makanan biasanya timbul pada hari ke-2 atau ke-3 pada waktu ASI belum banyak sehingga sirkulasi enterohepatik meningkat. Breastfeeding jaundice tidak memerlukan pengobatan dan jangan diberi air putih atau air gula.
Untuk mengurangi BFJ perlu tindakan sebagai berikut :
- bayi setelah lahir apabila memungkinkan diletakkan di dada ibunya untuk mencari putting dan setelah menemui puting biarkan menghisap payufara ibunya selama 15 menit. Untuk ini bayi kadangkadang memerlukan 60 menit atau lebih
- posisi dan perlekatan bayi pada payudara harus benar
- bayi disusukan sesuai dengan kemampuannya tetapi paling kurang 8 kali sehari
- jangan diberikan air gula, air putih atau apapun lainnya sebelum ASI krn akan mengurangi asupan susu
- monitor ASI apakah sudah banyak yaitu dengan melihat buang air kecil bayi paling kurang 6-7 kali sehari dan buang air besar 3-4 kali
Breastmilk Jaundice
Pada tahun 1963 Aries untuk pertama kalinya mendeskripsikan Brastmilk Jaundice. Karakteristik BMJ adalah kadar bilirubin indirek yang masih meningkat setelah 6-7 hari pertama, berlangsung lebih lama dari ikterus fisiologis yaitu 3-12 minggu dan tidak ada penyebab lainnya yang dapat menyebabkan ikterus. Penyebab BMJ berhubungan dengan pemberian ASI dari seseorang ibu tertentu dan biasanya akan timbul pada setiap bayi yang disusukannya bergantung pada kemampuan bayi tersebut mengkonjugasi bilirubin indirek (misalnya seorang bayi premature akan lebih berat ikterusnya).
Penyebab BMJ belum jelas, namun ada beberapa factor yang diperkirakan memegang peran :
- terdapatnya hasil metabolism progesterone yaitu pregnase-3-alpha 20 beta-diol di dalam ASI yang menghambat uridine diphosphoglucocoronic acid (UDPGA) glucoronyl transferase
- adanya peningkatan konsentrasi asam lemak bebas yang nonesterefied yang menghambat fungsi glukoronid transferase di hati
- peningkatan sirkulasi enterohepatik oleh karena adanya 1) peningkatan aktivitas beta-glukoronidase di dalam ASI dan dengan demikian di dalam usus bayi yang mendapat ASI dan 2) keterlambatan flora usus bayi yang mendapat ASI
- defek pada aktivitas uridine diphosphoglucocoronil transferase (UGT1A1) pada bayi yang homozigot atau heterozigot untuk sindrom Gilbert.
Diagnosis BMJ
Semua penyebab ikterus harus disingkirkan. Melalui anamnesis dapat diketahui apakah anak sebelumnya juga mengalami ikterus. Sekitar 70% anak sebelumnya juga mengalami BMJ. Beratnya ikterus tergantung pada kematangan hati untuk mengkonjugasi kelebihan bilirubin indirek. Untuk kepastian diagnosis bila kadar bilirubin telah mencapai di atas 16 mg/dL selama lebih dari 24 jam adalah dengan memeriksa kadar bilirubin 2 jam setelah menyusu dan kemudian menghentikan pemberian ASI selama 2 jam (tentu bayi mendapat cairan dan kalori dari makanan pengganti ASI dan ASI tetap diperah agar produksi tidak berkurang). Setelah 12 jam kadar bilirubin diperiksa ulang, bila penurunan lebih dari 2 mg/dL maka diagnose dapat dipastikan dan bila kadar bilirubin kurang dari 15 mg/dL maka ASI dapat diberikan lagi.
Kadar bilirubin diperiksa ulang untuk melihat apakah ada peningkatan kembali. Pada sebagian besar kasus penghentian ASI untuk beberapa lama akan memberi kesempatan hati mengkonjugasi bilirubin indirek yang berlebihan tersebut, sehingga apabila ASI diberikan kembali kenaikannya tidak akan banyak dan kemudian berangsur turun. Apabila kadar bilrubin tidak turun maka penghentian pemberian ASI dilanjutkan sampai 18-24 jam dengan mengukur kadar bilirubin setiap 6 jam. Apabila kadar bilirubin tetap meningkat setelah penghentian ASI selama 24 jam maka jelas penyebabnya bukan karena ASI dan ASI boleh diberikan kembali sambil mencari penyebab ikterus lainnya.
Terapi ikterus neonatum secara umum adalah :
1. Mengobati penyebab
memberiakan antibiotic apabila penyebabnya infeksi
2. Memperbaiki Hidrasi
terutama dengan memberikan minum untuk memperbaiki sirkulasi enterohepatik
3. Terapi sinar
menggunakan sinar dengan panjang gelombang 450-460 nm, sinar biru 425-475 nm, sinar putih 38-
700 nm, indikasi terapi sinar adalah bila kadar bilirubin meningkat mendekati indikasi transfuse tukar biasanya kadar 4 mg di bawah kadar transfuse tukar
komplikasi terapi sinar antara lain suhu meningkat, dehidrasi, diare, kulit menjadi merah, dan psikologis.
4. Transfusi Tukar